MEDIAOPINI.ID, MATARAM – IWAS alias Agus Buntung (21 tahun), pemuda disabilitas dalam kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswi di NTB, buka suara usai ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Agus yang merupakan penyandang tunadaksa tanpa kedua lengan itu membantah melakukan perbuatan seperti pemerkosaan.
Dia mempertanyakan logika yang dipakai untuk mentersangkakannya. Mengingat kondisinya yang sulit untuk melakukan perbuatan seperti pemerkosaan.
“Saya tidak bisa mengerti bagaimana saya bisa melakukan kekerasan seksual atau pemerkosaan, sedangkan saya tidak memiliki kedua tangan. Logika saja, bagaimana saya bisa buka celana atau buka baju sendiri?” ujar Agus di depan wartawan, Jumat (29/11).
Sehari-hari saja, kata Agus, dia masih harus dibantu orang lain. Bahkan untuk keperluan mendasar.
“Sebagaimana Bapak lihat, saya masih dimandikan dan dirawat oleh orang tua saya. Semua aktivitas seperti buang air besar dan kecil pun saya dibantu. Jadi, bagaimana mungkin saya bisa melakukan hal-hal yang tidak logis seperti itu?” tambahnya.
Agus juga menegaskan bahwa jika tuduhan pemerkosaan itu benar terjadi, korban pasti bisa melawan. Mengingat kondisi Agus yang tidak punya lengan.
“Jika memang itu terjadi, saya yakin korban bisa melawan atau setidaknya melakukan sesuatu untuk mencegahnya. Jadi, saya mohon masyarakat di Indonesia untuk melihat kasus ini secara objektif dan memahami kondisi saya,” harapnya.
Tak hanya membantah tudingan, dalam kesempatan yang sama Agus juga mengungkapkan keinginannya untuk kembali berkarya. Sebagai seorang penyandang disabilitas, Agus memiliki keterampilan unik dalam memainkan gamelan meskipun hanya menggunakan jari-jari kedua kakinya.
Agus merupakan seorang seniman dan berstatus mahasiswa semester tujuh di sebuah sekolah tinggi negeri di Mataram.
Ia berharap agar Presiden Prabowo Subianto bisa memberinya kesempatan untuk memperlihatkan kemampuannya dalam seni tradisional Indonesia ini.
“Saya ingin bertemu dengan Presiden Prabowo untuk menunjukkan karya seni gamelan yang saya mainkan. Walaupun saya hanya bisa menggunakan jari-jari kaki saya, saya ingin membuat Presiden bangga dan mungkin bisa dikenal oleh dunia,” ujar Agus.
Agus juga berharap agar masyarakat Indonesia bisa memberi dukungan moral untuknya. “Saya ingin agar bisa kembali seperti semula, semoga dengan dukungan dan motivasi dari masyarakat, saya bisa lebih semangat dalam menjalani hidup dan berkarya,” ujarnya.
Pasal 6 UU TPKS
Polisi menggunakan pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Begini bunyinya:
Pasal 6
Dipidana karena pelecehan seksual fisik:
- Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
- Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
- Setiap Orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Kata Polisi
Penyidik Polda NTB menegaskan bahwa hukum tetap berlaku bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana. Tak terkecuali bagi Agus yang mengalami keterbatasan.
Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reserse Kriminal Umum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati, mengungkapkan bahwa penyidik telah menerapkan sangkaan pidana kepada Agus berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Undang-undang ini memberikan penekanan tidak hanya pada unsur kekerasan fisik, namun juga pada unsur yang dapat mempengaruhi psikologis korban, termasuk dalam bentuk komunikasi verbal yang dapat merangsang tindakan kekerasan atau pelecehan seksual,” jelasnya.
Ia mengatakan, dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Agus tidak terjadi dengan kekerasan fisik langsung, namun lebih kepada pemanfaatan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi psikologis korban.
Dalam hal ini, Agus diduga telah melancarkan aksi pelecehan seksual dengan cara memanipulasi sikap dan perasaan korban melalui kata-kata, meskipun dirinya memiliki keterbatasan fisik yang cukup signifikan.
Penyidik mengungkapkan bahwa temuan ini didasarkan pada sejumlah alat bukti yang kuat, termasuk keterangan saksi dan hasil pemeriksaan psikologis dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).
“Berdasarkan hasil tersebut, status Agus yang awalnya menjadi saksi, kini resmi ditingkatkan menjadi tersangka,” kata Pujawati.
Kasus ini pertama kali menjadi viral di media sosial setelah sejumlah unggahan yang menyebutkan bahwa pelecehan seksual tersebut terjadi di salah satu taman kota di Mataram.
Namun, setelah penyelidikan lebih lanjut, polisi mengungkapkan bahwa lokasi utama kejadian pelecehan bukanlah di taman kota tersebut. Sebagai bagian dari rangkaian kejadian, korban dikendalikan untuk menuju lokasi lain, yaitu sebuah penginapan.