MEDIAOPINI.ID, SAMARINDA — Jaringan narkotika jenis sabu kembali terbongkar di Samarinda. Kali ini, keterlibatan seorang narapidana yang mengatur seluruh operasi dari dalam Lapas Kelas IIA Samarinda menjadi sorotan utama. Sebanyak 503,76 gram sabu berhasil diamankan dalam operasi yang dilakukan jajaran Polresta Samarinda pada akhir Juli 2025.
Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar menjelaskan bahwa kasus ini terbongkar setelah tim Satuan Reserse Narkoba menerima informasi terkait pergerakan mencurigakan di sekitar Jalan Poros Samarinda–Kukar. Dari hasil penyelidikan, polisi meringkus seorang perempuan berinisial ES saat tengah meletakkan bungkusan di pinggir jalan.
“Setelah diperiksa, bungkusan tersebut berisi sabu dalam jumlah besar. ES mengaku hanya menjalankan perintah dari seseorang bernama EF,” ujar Hendri.
Polisi kemudian bergerak cepat dan menangkap EF (32), warga Samarinda Seberang, yang berperan sebagai koordinator lapangan. Hasil pemeriksaan mengungkap bahwa EF menerima arahan langsung dari narapidana berinisial AC (43) yang masih menjalani masa hukuman di lapas.
Lebih mengejutkan lagi, seluruh instruksi diberikan melalui telepon genggam ilegal yang diselundupkan ke dalam sel. AC tidak menggunakan saluran komunikasi resmi seperti wartel lapas, melainkan memanfaatkan ponsel pribadi yang tidak terdeteksi petugas.
“AC mengatur setiap detail, termasuk siapa yang menjalankan, waktu, dan titik penempatan sabu. Semuanya dikomandoi dari dalam lapas menggunakan HP selundupan,” kata Hendri menambahkan.
Kasat Resnarkoba Polresta Samarinda, Kompol Bangkit Dananjaya, menegaskan bahwa keberadaan HP ilegal di tangan narapidana menjadi persoalan serius. Ia mengatakan pihaknya telah menjalin komunikasi dengan pengelola lapas guna meningkatkan sistem pengawasan.
“Ini menunjukkan adanya celah dalam sistem keamanan di dalam lapas. Kami akan bantu lakukan penertiban dan evaluasi menyeluruh bersama pihak terkait,” ucapnya.
Dalam kasus ini, AC dan EF ditetapkan sebagai tersangka utama, sedangkan ES masih diperiksa sebagai saksi karena tidak mengetahui isi paket yang dititipkan padanya. Polisi juga menduga ini bukan kali pertama AC terlibat, berdasarkan pengakuan EF mengenai dua transaksi sebelumnya.
Penemuan ini kembali memicu perhatian publik terhadap lemahnya kontrol terhadap aktivitas komunikasi ilegal di dalam lembaga pemasyarakatan. Investigasi masih berlanjut untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam jaringan tersebut.